31 Oktober 2010

Permata yang Berharga (5)

“Yang meninggal ada 3 orang, yang pertama seorang gadis perempuan berusia sekitar 5 tahun, kedua seorang kakek berusia sekitar 60-70 tahun. Yang satunya lagi mukanya sulit diidentifikasi karena sudah hancur terkena beling kaca. Tetapi, dilihat dari jenis kelamin dan bentuk tubuh. Sepertinya seorang pemuda berusia sekitar 20-25 tahun. Dan sisanya korban luka-luka dari jumlah keseluruhan hanya ada 2 pemuda dan mereka tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia atau mengaku bernama Rendi.”

Kata-kata itu terus terngiang di telinga Gea. Bila Rendi tidak ada di antara korban luka. Artinya pemuda yang meninggal itu..... Rendi. Gea merinding. Bagaimana mungkin. Ia duduk di sebelah Rendi. Tetapi, tidak mendapat pecahan beling sedikit pun. Tidak mungkin, tidak mungkin. Gea menangis. Saat itu ia sedang sendirian di kamar pasiennya. Keadaannya sudah membaik. Tetapi, ia masih sedih. Rendi. Seorang sahabatnya, yang memberikan sebuah titik terang baginya di dunianya yang gelap. Sekarang sudah tidak ada. Sungguh sulit dipercaya. Tiba-tiba ia teringat sebuah kotak yang diberikan orang tuanya beberapa hari yang lalu setelah ia sadar. Ia mengambil kotak itu dari laci. Dan menatapnya.

“Mama nemuin ini di kantong jaket kamu. Tapi, mama ngga berani buka. Mama pikir lebih baik kamu yang buka saja." Kata mamanya saat itu.

Perlahan Gea membuka kotak itu. Dilihatnya sebuah bros yang sangat indah. Seperti sebuah permata yang bersinar. Dan ada sepucuk surat. Dibukanya surat itu dan dibacanya.

Gea.... Mungkin saat kamu baca surat ini aku udah ga ada di samping kamu. Mungkin sekarang kamu sudah tidur di atas ranjangmu yang hangat dan empuk. Tapi, ngga apa-apa. Aku cuman mau bilang. Makasih atas segala yang kamu kasih ke aku selama ini. Makasih atas persahabatan tulus yang kamu berikan ke aku. Aku ngga pernah punya sehabat sebelum ini. Aku berasal dari keluarga miskin. Tetapi, aku dapat beasiswa di sekolah elit. Dan tidak ada satu pun temanku yang menganggap aku ada. Maafkan aku, aku tidak memberitahumu dari awal. Aku takut kehilangan kamu. Sahabat aku. Aku harap bros ini bisa kamu simpan. Bros ini nenekku berikan padaku saat aku berusia 12 tahun. Ia ingin aku memberikan ke orang yang benar-benar aku sayangi. Dan aku pikir kamu orang yang tepat. Semoga kamu suka.

Rendi


“Rendi. Aku ngga malu punya sahabat kayak kamu. Aku sayang ma kamu. Ga peduli kamu semiskin apa. Kamu tetap sahabatku. Kamu ngasih aku sebuah titik terang di dalam duniaku yang gelap. Aku memang kurang bersyukur atas apa yang aku miliki. Makasih buat semua yang kamu beri. Kamu bagaikan sebuah permata yang berharga buatku. Sama seperti bros ini.” batin Gea.


TAMAT

0 Comments:

Post a Comment



Template by:
Free Blog Templates
This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates